Gunung Prau (2596 mdpl)

         Kalau naik gunung ajakin dong. Kalimat ini sering kali saya gunakan kepada mereka yang sudah sering mendaki. Walaupun tak jarang saya di abaikan oleh mereka haha. Hingga suatu hari saya memutuskan untuk berhenti menawarkan diri dan akhirnya saya mengumpulkan teman teman saya yang belum pernah merasakan ketinggian untuk ikut bersama saya haha.

         Mendaki adalah salah satu kegiatan yang mampu membuatku berpaling dari hobby yang saya geluti selama kurang lebih 3 tahun yaitu bermain skateboard. Hari ini tepatnya tanggal 3 April 2015, saya dan teman- teman memutuskan untuk menghabiskan akhir pekan di salah satu gunung yang ada di kawasan Dieng Plateu yaitu Gunung Prau.

         Perjalanan kami dimulai dari Sukun, salah satu tempat pemberhentian bus di kabupaten Semarang. Saya bersama Rani, Aya, Doni, Pipin, dan Randi mulai mencari bus yang akan membawa kita ke daerah Wonosobo. Kali ini Rani yang bertanggung untuk urusan Bus dsb. Rani kesana kemari untuk mencarikan bus yang paling murah untuk kami. Alhasil, karena terlalu banyak membanding- bandingkan harga antara satu bus dengan bus lainnya, akhirnya kami kehabisan bus yang menuju Wonosobo hahaha. Satu pelajaran di awal perjalanan kami. Setelah menunggu hampir setengah jam dan sempat ber putus asa, dari jauh nampak sebuah bus ekonomi terakhir yang akan menuju ke wonosobo, tanpa pikir panjang kami pun langsung menaiki bus tersebut, walaupun bus tersebut belum jalan dan sempat berhenti selama 1 jam. Setelah menempuh perjalanan selama 5 jam semarang - wonosobo, akhirnya kami tiba di terminal wonosobo untuk bertukar bus dan melanjutkan perjalanan ke Dieng.

        Hari mulai gelap dan kami pun tiba di Base Camp Pendakian Patak Banteng Gunung Prau. Ini pertama kalinya saya menginjakan kaki di dataran tertinggi di pulau jawa, yang katanya banyak anak kecil dengan rambut gimbal, sesekali saya menengok ke kiri dan kanan untuk mencari anak kecil gimbal yang seperti orang orang ceritakan kepada saya haha. Malam itu terasa beda dari malam malam sebelumnya. Saya merasa seperti berada di luar negeri, ketika saya berbicara mulut akan mengeluarkan asap. haha maaf nih maklum dari kampung. Berkali kali saya bermain dengan asap yang keluar dari mulut, layaknya seseorang yang sedang merokok haha.

         Malam semakin gelap, perut semakin lapar, badanpun semakin lelah. Ada warung di pojok di sana. Kami pun mendekati warung tersebut. Di dalamnya tampak beberapa pendaki seperti kami yang akan melakukan pendakian pada hari itu. Satu dari kami mulai memesan minuman hangat untuk menghangatkan diri dari dinginnya malam. Ada yang memesan makan, ada yang memesan minum, dan ada yang memesan keduanya. Sebelum melakukan pendakian jangan lupa untuk mengisi perut yang lapar dan melepas muatan yang berlebihan.

         Setelah makan dan beristirahat selama beberapa jam, kami kembali mengecek perlengkapan dan memastikan semuanya sudah siap. Masing masing dari kami sibuk mengecek barang, saya pun juga. Ditengah itu saya mengecek hal yang paling penting bagi saya, yaitu kamera. Pada saat saya mengecek kamera, saya melupakan satu hal yang paling penting, Memory Card. Seketika itupun saya merasa nyesek. Serasa diputuskan oleh orang yang kita sayang kemudian dia jadian sm orang lain dan orang lain itu teman kita sendiri. Serasa naik perahu di sungai amazon yang arusnya kencang dan kita tidak bawa dayung. Ahhhhh. berasa ingin berteriak waktu. Dan sangat tidak memungkinkan untuk saya balik ke semarang hanya untuk sebuah memory. Waktu itu saya sempat putus asa. Sambil berkata kepada teman yang lainnya. "Kalian naik aja duluan. Aku nanti saja. Bawa kamera tapi tidak bawa memory, seperti membawa senjata tanpa peluru, isinya sia sia.". Tapi, karena ini adalah pendakian saya yang pertama. Maka saya harus semangat dan percaya kalau Tuhan punya rencana lain di balik ketinggalannya memory card saya hahaha.

          Tepat pukul 23.00 wib kami berkumpul depan base camp setelah melakukan registrasi. Kami berdoa kemudian kami mulai melakukan pendakian. Beberapa meter dari basecamp semangat kami begitu membara. Lepas melewati anak tangga, beberapa dari kami mulai kelelahan. Dikarenakan ada beberapa di antara kami yang mengidap penyakit asma. Ritme langkah kaki kami menurun untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan. Tak sedikit pendaki yang melewati kami dan menyemangati kami. "Semangat mas, semangat mbak, udah deket" padahal masih jauh loh.

           Satu capek, semua capek. Begitulah kekompakan yang kami jalin pada pendakian kali ini. Setiap ada tanah landai, kami menyempatkan diri untuk beristirahat untuk menenangkan perasaan. Mendaki buat tentang siapa yang paling cepat sampai ke puncak, tapi siapa yang mampu mempertahankan kekompakan hingga sampai ke puncak. Pada malam itu, pendaki yang naik berjumlah sekitar 5000 orang, jumlah yang tidak sedikit. Karena pada saat itu Gunung ini resmi dibuka pada hari itu setelah ditutup untuk beberapa bulan dengan alasan pembersihan masal semua gunung. Setelah mendaki selama berjam jam akhirnya kami tiba di puncak pada pukul 04.00. Badan kami mulai kedinginan, beberapa dari kami berpecar untuk mencari space yang kosong untuk mendirikan tenda. Waktu itu sangat sulit untuk menemukan space kosong dan akhirnya kami mendirikan tenda di celah celah tenda pendaki lainnya. 

Gunung Prau yang dipenuhi tenda para pendaki

                Langit mulai berubah warna menjadi ke kuning kuningan, tanda bahwa fajar telah tiba. Para pendaki bersorak sorak meneriakan sunrise dengan serentak. Saya pun keluar dari tenda dan memutuskan untuk menyaksikan keindahan alam ini. Orang orang menyebutnya Golden Sunrise. Sayang sekali karna sedikit musibah, saya tidak bisa mengabadikannya. Saya berjalan mengelilingi puncak gunung prau sambil mengalungkan kamera di leher saya. Sesekali saya bertanya kepada pendaki lainnya. "Mas, ada memory card lagi gak? punya saya ketinggalan nih, saya jauh dari sulawesi, tolong dong" namun hasilnya zonk. Mau tidak mau, saya cuman bisa merekam momen ini ke dalam ingatan melalu mata saya hehe. Kemudian Rani datang membawa kamera ponsel nya yang biasa di sebut orang orang Kamera Tuhan haha, karena gambar yang dihasilkan oleh kamera itu sangat memuaskan. "Ran, fotoin dong di sini , yang ada sunrise nya." begitulah kami mengabadikan momen sunrise ini. Kemudian kami kembali ke tenda untuk membangunkan teman yang lain yang masih tertidur pulas.

                  Di sebelah tenda kami ada orang berdiri dengan memegang sebuah kamera ditangannya, tanpa pikir panjang saya pun langsung menanyakan memory.
    " Mas, boleh pinjem memory nya gak mas?
    "Waduh mas, ga ada nih. adanya adapter doang mas.
    "Ya udah mas, aku pinjem sebentar ya hehe"
Seketika itupun saya membangunkan aya dan doni yang memiliki memory yang cocok dengan adapter itu haha. Terima kasih Tuhan telah memberikan jalan atas masalah saya hari ini.
Saya langsung lari mendekati bukit bukit itu, mengabadikan keindahan gunung prau ke dalam sebuah visual untuk kita kenang nantinya. Berikut adalah salah satu gambar yang berhasil saya abadikan ketika berada di Gunung Prau. (Mendaki

Gunung Prau 04 April 2015
 " Mendaki bukan tentang siapa yang paling cepat sampai ke puncak, tapi siapa yang mampu mempertahankan kekompakan hingga sampai ke puncak " - Muhammad Fadelillah 21 Tahun

2 komentar:

 

Words

Saya tidak pernah meminta dipertemukan denganmu, begitupun kamu. Alam lah yang mempertemukan kita (Muhammad Fadelillah, 21 tahun)

About

Kenangan bisa mati, namun tulisan akan selalu membekas di hati. Menulislah sejak dini. Apa yang kau tulis sejak dini pasti jadi (Pramoedya Ananta Toer)